[Chapter 6] Like Rain, Like Love

Poster Like Rain, Like Love Chapter 6


Written by Sylviamnc

Hujan sudah menjadi pemandangan kota Seoul sejak siang hari tadi. Hari sudah semakin malam, namun belum ada tanda-tanda bahwa hujan akan berhenti jua. Angin yang cukup kencang membuat suhu di kota ini menjadi semakin rendah. Beginilah suasana kota Seoul di penghujung musim gugur setiap tahunnya.

Seorang pelayan menaruh papan bertuliskan ‘Closed‘ di depan pintu Cafénya Sung Min, menandakan bahwa Café itu sudah tutup. Ia kembali masuk ke dalam Café dan membersihkannya seperti biasa. Setelah selesai, ia bersama tiga orang pelayan lainnya keluar dari sana.

Sung Min mengunci pintu Café itu dari dalam lalu mulai berkutat di dalam dapurnya. Ia mencampur beberapa bahan dan mengocoknya menggunakan mixer. Setelahnya ia menuang adonan berwarna putih kekuningan itu ke dalam tiga loyang berbeda. Ia memasukannya ke dalam oven yang sudah dipanaskan dan menyetel waktunya.

Tiba-tiba ponsel Sung Min berdering tanda ada panggilan masuk. Ia melihat caller ID di layar ponselnya sebelum menjawab panggilan itu. “Kyu Hyun? Wae geurae?”

Hyeong, aku berada di depan Cafému dan tulisannya sudah tutup. Bukannya Cafému tutup jam sembilan dan sekarang masih-”

“Jam delapan,” potong Sung Min cepat lalu terkekeh. “Jogeuman gidariseyo, aku akan membuka pintunya.” Ia memutus sambungan telepon dan bergegas membuka kunci pintunya. Ia dapat melihat Kyu Hyun sedang menggosokan kedua tangannya kedinginan dibalik pintu kaca itu. “Masuklah.”

Kyu Hyun buru-buru masuk ke dalam Café itu dan kehangatan langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. “Wah, nyaman sekali.”

Sung Min tersenyum simpul sambil berjalan mengambil sebuah handuk kecil di atas meja kasir. “Keringkan rambutmu, nanti masuk angin,” pintanya seraya melempar handuk itu.

Kyu Hyun menangkap handuk itu lalu menatap handuk itu tidak yakin. “Ini handuk bekas apa?”

Sung Min menatap pria itu malas, “menurutmu?”

“Bekas membersihkan meja,” jawab Kyu Hyun asal seraya memeletkan lidahnya. Ia mengeringkan rambutnya menggunakan handuk itu.

“Memang,” ucap Sung Min sambil mengangkat bahunya lalu terkekeh pelan.

Mworago?!” Kyu Hyun segera berhenti mengeringkan rambutnya dan meneliti handuk itu. Ia menghembuskan nafas lega karena tidak menemukan tanda-tanda bahwa handuk itu kotor. “Hyeong membuatku kaget saja.”

Sung Min beranjak menuju dapur untuk melanjutkan aktivitasnya yang tertunda. Ia mencampurkan beberapa bahan lain dan mengocoknya dengan mixer kecepatan tinggi.

Kyu Hyun mengikuti Sung Min masuk ke dapur. “Hyeong, kenapa kau menutup Café lebih cepat dan membuat itu?” tanyanya seraya menunjuk ke arah krim yang di buat pria itu.

Sung Min tersenyum simpul. “Ada acara spesial,” jawabnya misterius.

Kyu Hyun memicingkan matanya, “acara ‘spesial’?”

Sung Min mengangguk-angguk pelan sambil membagi kocokan krim itu ke dua mangkuk berbeda.

“Acara apa?” tanya Kyu Hyun menyelidik.

Sung Min menatap Kyu Hyun sambil tersenyum. “Eun Soo-ui saengil,” ucapnya lalu mulai memotong beberapa buah peach menjadi dadu-dadu kecil.

Kyu Hyun menaikkan alisnya. “Ulang tahun? Eun Soo?”

“O!” Sung Min masih sibuk memotong buah peach itu.

“Kapan?” Kyu Hyun berpikir sedetik. “Besok?”

“O!”

“Besok?” ulang Kyu Hyun lagi. Sung Min mengangguk singkat. “Jadi besok hari ulang tahunnya. Kenapa ia tidak pernah bilang?” pikir Kyu Hyun sambil mengetuk-ngetukan jari ke dagunya.

“Dia tidak akan pernah bilang, kalau kau tidak pernah bertanya padanya,” ucap Sung Min sambil mencampurkan potongan buah peach tadi ke dalam mangkuk krim yang satunya.

Kyu Hyun menoleh dengan tanda tanya besar jelas terlukis di wajahnya. “Bagaimana hyeong bisa membaca pikirannya?” batinnya. Ia melihat pria itu berjalan ke arah kulkas dan memasukan dua mangkuk krim tadi ke dalamnya.

Sung Min kembali ke tempat Kyu Hyun berdiri dengan mempertahankan senyumnya. “Aku sudah memutuskan untuk menyatakannya.” Suara Sung Min tiba-tiba memecah khayalan Kyu Hyun. Sung Min menatap mata pria itu. “Aku sudah memantapkan hati untuk mengubah status diantara aku dan Eun Soo.”

Kyu Hyun sedikit tecengang. Kata-kata yang terlontar dari mulut Sung Min bagaikan sebilah pisau yang ditorehkan ke hatinya. Ia tersenyum untuk menutupi rasa perih di hatinya itu. “Tentu saja, hyeong. Hyeong harus jujur pada perasaan hyeong sendiri.”

Sung Min tersenyum sambil menerawang. “Aku akan mewujudkan penantiannya selama ini. Aku tidak akan menyia-nyiakannya lagi.”

Kyu Hyun menepuk-nepuk pundak Sung Min. “Geuromyo. Eun Soo gadis yang baik. Hyeong harus menjaganya sepenuh hati.” Hatinya bertambah nyeri saat ucapan dari mulutnya sendiri terlontar. Namun ia tetap tersenyum menyembunyikan lukanya dari Sung Min.

Sung Min kembali menatap Kyu Hyun. “Gomawo, Kyu Hyun. Kau sahabat terbaikku. Kau yang telah menyadarkanku akan perasaanku padanya. Kalau tidak, mungkin sampai sekarang aku masih menyangkal hatiku sendiri dan membuat Eun Soo terus menunggu.” Ia memeluk erat sahabatnya itu. “Gomawo.”

Cheonmaneyo, hyeong.” Kyu Hyun tidak menolak pelukan pria itu. Ia tersenyum kecut untuk dirinya sendiri. “Disaat hyeong bisa jujur pada hatimu sendiri, disaat itulah aku harus berbohong untuk hatiku sendiri,” ucapnya dalam hati lalu menghembuskan nafas dengan berat.

Sung Min melepaskan rangkulan tangannya. “Oh ya, kenapa kau ke sini, Kyu?” tanyanya.

“O! Aku mau mengajak hyeong makan malam. Hyeong sudah makan malam?”

Sung Min menggeleng pelan lalu berpikir sedetik. “Bagaimana kalau kita delivery order saja?”

Kyu Hyun mengangguk singkat. “Hyeong, mau makan apa?”

Sung Min mengangkat bahunya. “Terserah kau saja, Kyu.”

Kyu Hyun berpikir seraya mengetuk-ngetukan jari di dagunya, “chicken?” tawarnya.

Geurae. Sudah lama aku tidak makan ayam goreng,” jawab Sung Min lalu mengambil ponsel dari sakunya dan mulai menghubungi restoran ayam favoritnya. “Yeoboseyo? Kyochon Chicken?”

***

Kyu Hyun menguap kecil lalu menghapus air yang keluar dari ujung matanya yang mulai mengantuk-bosan lebih tepatnya. Ia meminum habis kopi dari cangkirnya agar tetap terjaga.

Sung Min terkekeh kecil melihat pria itu menahan kantuknya. Ia sedang membungkus fruit tart yang akan diberikan pada Eun Soo beberapa saat lagi. “Selesai!” serunya heboh sendiri.

Kyu Hyun bertepuk tangan lemas karena mengantuk. Ia melirik jam tangan digital yang melingkar di pergelangan tangan kirinya dan matanya langsung terbuka lebar. “Wah, sudah jam segini! Cepat sekali waktu berjalan.” Ia menggeser tangannya dan suara keramik yang beradu dengan lantai kayu seketika membelah suasana sunyi disana. Cangkir kopinya terjatuh dari meja dan berubah menjadi beberapa bagian yang berserakan di lantai.

Sung Min menggelengkan kepalanya seraya tertawa kecil melihat kejadian itu. “Sepertinya kau terlalu bersemangat, Kyu,” ujarnya lalu berjalan ke belakang. Tidak berapa lama, ia kembali dengan membawa perlengkapan bersih-bersih.

Kyu Hyun tersenyum kikuk seraya menggaruk pipinya canggung. “Mianhae, hyeong. Akan ku ganti cangkirnya.”

Sung Min menyapu pecahan-pecahan cangkir itu. “Kau pergi ke rumahnya Eun Soo dahulu saja. Nanti aku menyusul untuk memberinya kejutan ini.” Pria itu menyapukan pecahan beling itu ke pengki. “Semenjak kepergian orang tuanya, Eun Soo menjadi cuek terhadap dirinya sendiri. Tahun ini, pasti ia tidak ingat lagi dengan ulang tahunnya sendiri.”

Kyu Hyun mengangguk-anggukan kepalanya. “Aratta, aku jalan dulu, hyeong,” pamitnya lalu segera beranjak pergi dari Café itu.

Kyu Hyun menstater mobilnya lalu meraih ponselnya dan menghubungi gadis itu. Ia mengetuk-ngetukan jarinya tidak sabar di setir mobilnya. Hingga nada sambung berakhir, belum diangkat juga. “Aish!” umpatnya.

Kyu Hyun mencoba menghubungi gadis itu lagi. Terdengar nada sambung beberapa kali namun tidak diangkat juga. Ia hendak memutus sambungan telepon itu saat mendengar suara dari seberang sana, “yeoboseyo?” sapa suara gadis itu parau. Sepertinya ia baru terbangun dari tidurnya.

Kyu Hyun tersenyum kecil mendengar suara gadis itu. “Ya! Lama sekali kau mengangkat teleponku,” ujarnya pura-pura marah.

“O, Kyu Hyun-ssi!” Terdengar suara menguap gadis itu. “Mianhae. Kenapa telepon malam-malam begini?”

Kyu Hyun tetap mempertahankan senyumnya. “Aku sedang di jalan menuju rumahmu.”

“Eum?” gumam Eun Soo.

“Aku akan sampai dalam dua puluh menit,” ucap Kyu Hyun lalu memutus sambungan telepon itu tanpa menunggu balasan gadis itu. Ia terkekeh pelan membayangkan wajah kebingungan gadis itu seraya memasukan ponselnya ke dalam sakunya kembali. Lalu ia mulai memacu mobilnya.

Berhubung hampir tengah malam, jalanan di kota Seoul juga sangat lapang. Hanya terlihat satu-dua kendaraan di sepanjang jalan yang dilalui Kyu Hyun menuju rumah gadis itu.

Tiba-tiba di otaknya terlintas sesuatu. “Saengil seonmul,” gumamnya menyuarakan pikirannya. “Apa yang sebaiknya kuberikan padanya?” Ia berpikir sambil mengetuk-ngetuk jari di roda kemudinya. “Lagi pula, apa masih ada toko yang buka?” Pria itu memperhatikan semua yang ia lewati.

Mata Kyu Hyun menangkap sebuah toko pernak-pernik di pinggir jalan. “Masih buka jam segini?” tanyanya tidak percaya. Ia memutuskan mampir ke toko itu untuk membeli hadiah ulang tahun gadis itu.

Oseo oseyo,” sapa seorang bibi begitu Kyu Hyun memasuki toko itu. “Ada yang bisa saya bantu?” tanyanya.

Annyeonghaseyo. Saya mencari hadiah ulang tahun untuk seorang gadis,” jawab Kyu Hyun seraya melihat-melihat sekelilingnya. Ia mencari benda yang mungkin cocok dijadikan hadiah untuk Eun Soo. Matanya menemukan satu benda yang menarik perhatiannya. Ia segera mengambil benda berbentuk miniatur grand piano itu.

“Itu kotak musik,” jelas wanita paruh baya itu saat melihat Kyu Hyun mengambil sebuah benda.

Kyu Hyun melirik ke ahjumma bibi itu sekilas lalu kembali ke miniatur grand piano yang ia pegang. Ia membuka tutup piano dan sejurus kemudian mengalun instrumental lagu Kiss The Rain oleh Yiruma. Senyumnya mengembang begitu mendengar suara dentingan piano itu. Setelah beberapa saat mendengarkan, ia menutupnya kembali. “Bibi, aku beli yang ini,” ucapnya seraya menyerahkan benda itu.

Bibi itu membungkus kotak musik itu dalam sebuah kotak berwarna ungu dengan pita berwarna kuning di atasnya. Setelah selesai ia menyerahkannya pada Kyu Hyun.

Gamsahamnida.” Kyu Hyun menerima kotak itu sambil menyerahkan uangnya. “Saya pulang dulu,” pamitnya lalu keluar dari toko itu.

Sebelum melajukan mobilnya, Kyu Hyun mengeluarkan hadiah itu dari kotaknya dan membuka tutupnya sehingga instrumental lagunya Yiruma tersebut memenuhi mobilnya. Ia tersenyum sendiri membayangkan reaksi Eun Soo begitu menerima kotak musik itu nantinya. “Kau pasti akan menyukai hadiahku, Eun Soo-ya,” ucapnya yakin. Ia membungkus kembali benda itu, menaruhnya di kursi sebelahnya lalu melajukan mobilnya kembali.

 

Begitu sampai di depan rumah Eun Soo, Kyu Hyun mengambil ponselnya dan menghubungi gadis itu lagi. Nada sambungnya sudah habis namun tidak diangkat. Ia berdecak kesal seraya melepas seatbeltnya. Ia beranjak dari mobilnya dan berjalan menuju depan pintu rumah gadis itu. Tidak lupa ia membawa kotak hadiahnya.

Kyu Hyun mengetuk pintu di hadapannya perlahan. Pintu itu terdorong dan terbuka. Sepertinya memang tidak tertutup rapat. Ia memiringkan kepalanya, bingung. Tidak mungkin gadis itu seceroboh ini sampai lupa mengunci pintu.

“Eun Soo,” panggil Kyu Hyun akhirnya sambil memasuki rumah itu. Ia menggunakan cahaya dari layar ponselnya untuk menuntun langkahnya melewati ruang tamu yang gelap itu, kemudian ia menghentikan kakinya. Ia  merasa dirinya sangat lancang masuk rumah orang sembarangan.

Kyu Hyun mencoba menghubungi gadis itu lagi. Saat nada sambung terdengar, ia juga mendengar suara ringtone ponsel gadis itu dari arah dalam. Ia menautkan alisnya seraya berjalan ke asal suara itu. Ia melihat secercah cahaya yang berasal dari layar ponsel gadis itu dan melihat benda itu berputar di atas meja.

Kyu Hyun memutuskan sambungan teleponnya. “Kemana dia? Kenapa ponselnya ada di sini?” tanyanya. Ia mengernyitkan dahinya saat hidungnya menangkap bau anyir besi.

Kyu Hyun menemukan steker lampu lalu menekannya. Seketika itu juga lampu di ruang itu menyala. “Ya! Kim Eun Soo!” serunya seraya melihat ke seluruh penjuru.

Matanya membelalak lebar saat melihat ke salah satu arah. Dunianya seakan berhenti berputar seketika. Kotak itu terlepas dari genggamannya dan membentur lantai. Ia terkesima sedetik sebelum akhirnya berlari ke arah gadis itu. “Eun Soo!”

***

Kyu Hyun tidak ingat bagaimana ia memacu mobilnya hingga bisa sampai di Rumah Sakit Seoul hanya dalam waktu lima belas menit-yang biasanya membutuhkan waktu setengah jam lebih, atau pun peristiwa setelahnya. Pikirannya terlalu kacau untuk mengingatnya. Yang ia tahu, sekarang Eun Soo sedang ditangani ahlinya.

Kyu Hyun berjalan mondar-mandir di depan pintu yang membatasi dirinya dengan gadis itu. Jantungnya berdegup cepat diluar kendali. Hatinya kalut memikirkan keadaan gadis itu.

Lalu Kyu Hyun memutuskan untuk duduk di kursi yang tersedia, berharap bisa sedikit menenangkan perasaan gusarnya. Tubuhnya yang menggigil membuat sederet kursi itu juga ikut bergetar. “Aish!” umpatnya seraya memukul pahanya sendiri. Ia benci pada tubuhnya sendiri yang tidak bisa ia kontrol.

Suasana koridor yang sepi dan dingin itu membuat pikiran Kyu Hyun menerawang jauh. Tiba-tiba ia teringat akan Sung Min. Ia bersusah payah mengambil ponsel dari sakunya. Dengan tangan yang masih gemetaran, ia menghubungi nomor pria itu.

“Kyu Hyun? Sebentar lagi aku sampai.” Suara Sung Min memenuhi pendengarannya.

H-hyeong…” panggil Kyu Hyun.

“Ada apa dengan suaramu, Kyu?” Terdengar nada khawatir saat Sung Min menanyakannya. “Eodi appeo?”

H-hyeong…Eun-Soo…Ru-rumah-sakit…” ucap Kyu Hyun tergagap dengan nafas memburu. Ia mencengkram celananya untuk menahan tubuhnya yang gemetaran.

Ne? Apa maksudmu, Kyu Hyun-a? Berbicaralah pelan-pelan.”

“Eun-Soo…Ru-rumah-sakit…Seoul…Rumah sa-”

Belum sempat Kyu Hyun menyelesaikan ucapannya, ponselnya lepas dari tangannya yang bergetar hebat. Benda itu membentur kursi lalu terpental ke lantai dan akhirnya terbelah menjadi tiga bagian.

Aish!” umpat Kyu Hyun lagi. Ia memukul-mukul pahanya kesal terhadap dirinya sendiri namun tetap saja tubuhnya masih gemetaran. Ia menoleh ke arah pintu tadi, tidak ada tanda-tanda akan terbuka. Ia menatap kosong pintu itu lama.

“Kyu!” Suara seseorang tiba-tiba menyadarkan Kyu Hyun dari lamunannya.

Kyu Hyun mendongak dan mendapati wajah Sung Min yang terlihat panik. Nafasnya juga terengah-engah. “Hyeong?” Entah sejak kapan tubuhnya berhenti bergetar.

Sung Min menatap mata Kyu Hyun lekat. “Wenniriya, Kyu? Apa yang terjadi pada Eun Soo?” desaknya sambil mengguncang-guncang bahu Kyu Hyun.

Kyu Hyun menolak tatapan pria itu. “Eun Soo…Darah…” gumamnya tak jelas sambil melihat tangannya yang penuh darah gadis itu.

Sung Min hendak bertanya kembali saat pintu ruang itu terbuka. Dari balik pintu, keluar seorang dokter dengan wajah letih.

Kyu Hyun buru-buru menghampiri dokter itu. “Seonsaengnim, eotteokhaeyo? Bagaimana keadaan Eun Soo? Operasinya berhasil, kan? Dia baik-baik saja, kan?” tanyanya memburu. Sedangkan Sung Min hanya berdiri di samping Kyu Hyun tanpa banyak suara. Terlalu banyak dugaan-dugaan yang berkeliaran di otaknya.

Dokter itu mendesah lalu menatap Kyu Hyun dan Sung Min bergantian. “Joeseonghamnida.”

Kyu Hyun mengguncang lengan dokter itu. “Apa maksud Anda, seonsaengnim? Eun Soo baik-baik saja, kan?” suaranya mulai meninggi.

Sung Min menurunkan tangan Kyu Hyun dari lengan dokter itu. “Kyu, tenanglah. Seonsaengnim, tolong jelaskan maksud perkataan Anda tadi.”

Joeseonghamnida. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, pisau itu tepat mengenai pembuluh nadi besarnya, pasien sudah terlalu banyak kehilangan darah,” sesal dokter itu.

“Jadi maksud seongsaengnim…” Sung Min menghela nafas sebelum melanjutkan kalimatnya. “Eun Soo…” Ia menelan ludah dengan susah payah, “me-ning-gal?” Entah hal gila apa yang merasukinya sehingga kata itu bisa terucap dari bibirnya. Hatinya terasa tertusuk oleh kata-kata yang terlontar dari mulutnya sendiri.

Kyu Hyun membulatkan matanya begitu mendengar ucapan Sung Min. Satu kata yang paling tidak ingin ia dengar saat ini. Satu kata yang tidak bisa ia percaya saat ini. Satu kata yang paling menakutkan untuk saat ini. Satu kata yang paling ia benci. Ia tertawa pahit menutupi ketakutannya sendiri. “Maldo andwae!” elaknya.

Dokter itu mengangguk lalu memandang Kyu Hyun iba seraya menggenggam lengan pria itu. “Saya turut berduka cita.”

Kyu Hyun langsung menepisnya kasar dan menatap tajam dokter itu. “MWORAGO?!” Ia mencengkram kerah baju dokter itu. “BAGAIMANA MUNGKIN SEORANG DOKTER MENGATAKAN HAL SEPERTI ITU?!” serunya di depan muka dokter itu dengan emosi yang memuncak.

Sung Min menahan tangan Kyu Hyun. “Kyu…” Ia berusaha menekan emosinya dengan menggenggam erat tangan pria itu.

Kyu Hyun menoleh ke arah Sung Min sekilas lalu kembali menatap dokter itu. “APAKAH BENAR ANDA INI SEORANG DOKTER?! BUKANKAH TUGAS SEORANG DOKTER ADALAH MENYELAMATKAN SESEORANG?!” serunya emosi hendak meninju wajah dokter itu namun keburu ditahan oleh Sung Min.

Sung Min melihat kesedihan yang amat mendalam di mata Kyu Hyun. “Tugas dokter memang menyelamatkan seseorang. Tapi mereka bukan Tuhan yang bisa menentukan nyawa seseorang, Kyu,” ucapnya bijak. Walau sebenarnya hatinya juga bergemuruh tidak bisa menerima kenyataan ini.

Lalu beberapa orang perawat keluar dari balik pintu itu seraya mendorong sebuah ranjang yang ditutupi kain putih.

Sung Min merasakan dadanya bergemuruh lebih hebat lagi saat melihat ranjang itu. Ia memberanikan diri untuk mendekatinya. Dengan tangan yang sedikit bergetar, ia menyingkap kain putih yang menutupinya. Tanah yang ia pijak seakan runtuh berkeping-keping saat melihat wajah pucat gadis itu disana. Lututnya lemas namun ia berusaha menahan tubuhnya agar tetap berdiri dengan menggenggam erat pinggiran ranjang itu.

Kyu Hyun menganga tidak percaya melihat wajah Eun Soo di balik kain putih itu. Tubuhnya kembali bergetar hebat. Perasaan takut mencabik-cabik hatinya membuat otaknya kacau. Dengan langkah terseok ia menghampiri ranjang itu lalu mengguncang tubuh gadis itu. “Eun Soo-ya, ireona…Ireona…Eun Soo-ya, ireona…” rajuknya lemah dengan berlinangan air mata. “Jebal…” Namun sia-sia saja, gadis itu tidak bereaksi sedikit pun.

Kyu Hyun terjatuh dalam posisi berlutut. Lututnya terasa lemas tidak kuat menahan bobot tubuhnya saat ini. “ARGH!” teriaknya. Ia memukul-mukul dadanya berharap bisa mengalahkan rasa sakit di hatinya, namun sia-sia saja. Ia mencengkram erat dadanya yang terasa amat perih. Jauh lebih perih dibanding semua rasa sakit yang pernah ia rasakan seumur hidupnya.

Sung Min ikut berlutut lalu merangkul tubuh Kyu Hyun erat. Ia juga merasakan sakit yang dirasakan pria itu. Setetes demi setetes air keluar dari pelupuk matanya. Lama-lama terbentuk sungai kecil yang membasahi pipinya.

——————————————————–

Hi, thank you for your time for reading my story. Well, I tried my best to make the story as sad as possible, but I dont think I’m successful. I’m still learning to make tragedy story. I hope you enjoy reading the story.  I’m still learning in writing, so I need critic to improve my skill.

Mind to leave a comment?

XOXO,

Sylvia ♥

 


2 thoughts on “[Chapter 6] Like Rain, Like Love

  1. Eunsoo kenapa, bukannya td saat di telp Kyu oppa Eunsoo msh baik2 saja.. Di saat Sungmin oppa ingin mengungkapkan cinta nya tepat di ulang tahun eunsoo, tragedi ini hrs terjadi, bgmn dgn Heechul oppa nanti saat th adiknya tlh tiada

    1. Curhatan author, sebenarnya saya bingung harus gimana akhirnya, Eun Soo mau dgn siapa, akhirnya gini deh jadinya. Huaa maaf ya klo ini mengecewakan 😦

Leave a reply to inggarkichulsung Cancel reply